Welcome to Kreasi El-Habib's Blog

Titrasi Iodometri

Selasa, 14 Februari 2012

Titrasi Iodometri


A. TUJUAN PERCOBAAN


    Tujuan percobaan praktikum ini adalah untuk menentukan secara kuantitatif zat-zat yang dapat tereduksi dan oksidasi berdasarkan reaksi Redoks.

B. TINJAUAN PUSTAKA

    Istilah oksidasi mengacu pada setiap perubahan kimia dimana terjadi kenaikan bilangan oksidasi, sedangkan reduksi digunakan untuk setiap penurunan bilangan oksidasi.Berarti proses oksidasi disertai hilangnya elektron sedangkan reduksi memperoleh elektron. Oksidator adalah senyawa di mana atom yang terkandung mengalami penurunan bilangan oksidasi. Sebaliknya pada reduktor, atom yang terkandung mengalami kenaikan bilangan oksidasi. Oksidasi-reduksi harus selalu berlangsung bersama dan saling menkompensasi satu sama lain. Istilah oksidator reduktor mengacu kepada suatu senyawa, tidak kepada atomnya saja (Khopkar, 2003).
  
    Oksidator lebih jarang ditentukan dibandingkan reduktor. Namin demikian, oksidator dapat ditentukan dengan reduktor. Reduktor yang lazim dipakai untuk penentuan oksidator adalah kalium iodida, ion titanium(III), ion besi(II), dan ion vanadium(II). Cara titrasi redoks yang menggunakan larutan iodium sebagai pentiter disebut iodimetri, sedangkan yang menggunakan larutan iodida sebagai pentiter disebut iodometri (Rivai, 1995).

    Dalam proses analitik, iodium digunakan sebagai pereaksi oksidasi (iodimetri) dan ion iodida digunakan sebagai pereaksi reduksi (iodometri). Relatif beberapa zat merupakan pereaksi reduksi yang cukup kuat untuk dititrasi secara langsung dengan iodium. Maka jumlah penentuan iodimetrik adalah sedikit. Akan tetapi banyak pereaksi oksidasi cukup kuat untuk bereaksi sempurna dengan ion iodida, dan ada banyak penggunaan proses iodometrik. Suatu kelebihan ion iodida ditambahkan kepada pereaksi oksidasi yang ditentukan, dengan pembebasan iodium, yang kemudian dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat. Reaksi antara iodium dan tiosulfat berlangsung secara sempurna (Underwood, 1986).

    Iodium hanya sedikit larut dalam air (0,00134 mol per liter pada 25 0C), tetapi agak larut dalam larutan yang mengandung ion iodida. Larutan iodium standar dapat dibuat dengan menimbang langsung iodium murni dan pengenceran dalam botol volumetrik. Iodium, dimurnikan dengan sublimasi dan ditambahkan pada suatu larutan KI pekat, yang ditimbang dengan teliti sebelum dan sesudah penembahan iodium. Akan tetapi biasanya larutan distandarisasikan terhadap suatu standar primer, As2O3 yang paling biasa digunakan. (Underwood, 1986).

    Larutan standar yang dipergunakan dalam kebanyakan proses iodometrik adalah natrium tiosulfat. Garam ini biasanya tersedia sebagai pentahidrat Na2S2O3.5H2O. Larutan tidak boleh distandarisasi dengan penimbangan secara langsung, tetapi harus distandarisasi terhadap standar primer. Larutan natrium tiosulfat tidak stabil untuk waktu yang lama. Sejumlah zat padat digunakan sebagai standar primer untuk larutan natrium tiosulfat. Iodium murni merupakan standar yang paling nyata, tetapi jarang digunakan karena kesukaran dalam penanganan dan penimbangan. Lebih sering digunakan pereaksi yang kuat yang membebaskan iodium dari iodida, suatu proses iodometrik (Underwood, 1986).

    Metode titrasi iodometri langsung (kadang-kadang dinamakan iodimetri) mengacu kepada titrasi dengan suatu larutan iod standar. Metode titrasi iodometri tak langsung (kadang-kadang dinamakan iodometri), adlaah berkenaan dengan titrasi dari iod yang dibebaskan dalam reaksi kimia. Potensial reduksi normal dari sistem reversibel:
    I2(solid)+ 2e 2I-
    adalah 0,5345 volt. Persamaan di atas mengacu kepada suatu larutan air yang jenuh dengan adanya iod padat; reaksi sel setengah ini akan terjadi, misalnya, menjelang akhir titrasi iodida dengan suatu zat pengoksid seperti kalium permanganat, ketika konsentrasi ion iodida menjadi relatif rendah. Dekat permulaan, atau dalam kebanyakan titrasi iodometri, bila ion iodida terdapat dengan berlebih, terbentuklah ion tri-iodida:
    I2(aq) + I- I3-
Karena iod mudah larut dalam larutan iodida. Reaksi sel setengah itu lebih baik ditulis sebagai:
    I3- + 2e 3I-
    Dan potensial reduksi standarnya adalah 0,5355 volt. Maka, iod atau ion tri-iodida merupakan zat pengoksid yang jauh lebih lemah ketimbang kalium permanganat, kalium dikromat, dan serium(IV) sulfat (Bassett, J. dkk., 1994).

    Dalam kebanyakan titrasi langsung dengan iod (iodimetri), digunakan suatu larutan iod dalam kalium iodida, dan karena itu spesi reaktifnya adalh ion tri-iodida, I3-. Untuk tepatnya, semua persamaan yang melibatkan reaksi-reaksi iod seharusnya ditulis dengan I3- dan bukan dengan I2, misalnya:
I3- + 2S2O32- = 3I- + S4O62-
akan lebih akurat daripada:
I2 + 2S2O32- = 2I- + S4O62-
(Bassett, J. dkk., 1994).

    Warna larutan 0,1 N iodium adalah cukup kuat sehingga iodium dapat bekerja sebagai indikatornya sendiri. Iodium juga memberi warna ungu atau merah lembayung yang kuat kepada pelarut-pelarut sebagai karbon tetraklorida atau kloroform dan kadang-kadang hal ini digunakan untuk mengetahui titik akhir titrasi. Akan tetapi lebih umum digunakan suatu larutan (dispersi koloidal) kanji, karena warna biru tua dari kompleks kanji-iodium dipakai untuk suatu uji sangat peka terhadap iodium. Kepekaan lebih besar dalam larutan yang sedikit asam daripada larutan netral dan lebih besar dengan adanya ion iodida (Underwood, 1986).

C. ALAT DAN BAHAN

Alat :
1. pipet volum
2. labu ukur 100 mL
3. Erlenmeyer 250 mL
4. Buret
5. Beaker gelas.
6. pipet tetes
7. Botol semprot.

Bahan :
1. KIO¬3
2. H2SO4 6 N
3. larutan Na2S2O3
4. Larutan I2
5. larutan amilum 5%
6. Aquades
7. Sampel


D. PROSEDUR KERJA


    A. Pembakuan larutan I2
        1. Sebanyak 10 ml larutan I2 di titrasi dengan larutan Na2S2O3 0,1 N sampai terbentuk warna kuning   muda.
        2. Tambahkan 3 tetes amilum 0,5%
        3. Titrasi di lanjutkan lagi sampai perubahan warna dari biru ke tidak berwarna.
        4. Hitung normalitas I2 yang telah di bakukan.

B. Pembakuan larutan baku sekunder Na2S2O3 0,1 N
    1. Dengan teliti ditimbang 0,05-0,1 gram Kalium bikromat, kemudian masukan secara kuantitatif ke dalam labu erlen meyer 250ml
      2. Tambahkan 50 ml aquades,kemudian 2 gram KI dan 8 ml H2SO4 6 N campur.
     3. Kemudian titrasi cepat-cepat dengan larutan Na2S2O3 sampai kuning jerami,tambahkan amilum dan titrasi di lanjutkan lagi sampai terjadi perubahan dari biru ke hijau muda.
     4. Hitung normalitas Na2S2O3 yang telah di bakukan.

C. Penentuan Kadar Sampel
    1. Sampel diencerkan dengan aquades,di add dalam labu ukur 100 ml.
    2. Pipet 10 ml sampel, kemudian masukkan secara kuantitatif ke dalam Erlenmeyer 250 ml.
    3. Tambahkan aquades secukupnya.
    4. Tambahkan beberapa tetes amilum.
    5. Lakukan titrasi dengan iodium sampai timbul warna biru.
    6. Hitung kadar sample.

E. DATA HASIL PERHITUNGAN

   A. Pembakuan I2
                            Volume I2       Volume Na2S2O3
                               10 ml                    9,7 ml
                               10 ml                    9,5 ml
       Rata-rata          10 ml                    9,6 ml
Kadar larutan I2 = V1N1 = V2N2
                          10 x 0,1 = 9,6 x N2
                                    1 = 9,6 N2
                                 N2 = 1/9,6
                                       = 0,10 N
B. Pembakuan larutan Na2S2O3
                      Volume Mg K2Cr2O7       Volume Na2S2O3
                             100 mg                             20,3 ml
                             100 mg                             20,3 ml
    Rata-rata           100 mg                             20,3 ml
Kadar larutan Na2S2O3 = mg K2Cr2O7
    BE K2Cr2)7 x Vol. titrasi
    = 100/49,5 x 20,3
    = 0,10 N

C. Penetapan kadar Sampel
          Vol.sampel          Vol. I2
                10 ml               2,2
                10 ml               2,4
                10 ml               2,2
Rata-rata  10 ml               2,26 = 2,3

Kadar sample = V1N1 = V2N2

                       10 x N1 = 2,23 x 0,1
                          10 N1 = 0,23
                               N1 = 0,23 /10
                                     = 0,02 N


F. Pembahasan

    Garam KIO3 mampu mengoksidasi iodida menjadi iod secara kuantitatif dalam larutan asam. Oleh karena itu digunakan sebagai larutan standar dalam proses titrasi Iodometri ini. Selain itu juga karena sifat Iod itu sendiri yang mudah teroksidasi oleh oksigen dalam lingkungan sehingga iodida mudah terlepas. Reaksi ini sangat kuat dan hanya membutuhkan sedikit sekali kelebihan ion hidrogen untuk melengkapi reaksinya. Namun kekurangan utama dari garam ini sebagai standar primer adalah bahwa bobot ekivalennya yang rendah. Larutan standar ini sangat stabil dan menghasilkan iod bila diolah dengan asam :
      IO3- + 5I- + 6H+ 3 I2 + 3H2O
Larutan KIO3 memiliki dua kegunaan penting, pertama, adalah sebagai sumber dari sejumlah iod yang diketahui dalam titrasi, ia harus ditambahkan kepada larutan yang mengandung asam kuat, ia tak dapat digunakan dalam medium yang netral atau memiliki keasaman rendah. Yang kedua, dalam penetapan kandungan asam dari larutan secara iodometri, atau dalam standarisasi larutan asam keras. Larutan baku KIO3 0,1 N dibuat dengan melarutkan beberapa gram massa kristal KIO3 yang berwarna putih dengan menggunakan aquades dan mengencerkannya.

     Pembakuan Larutan Na2S2O3 dengan Larutan Baku KIO3, Percobaan ini menggunakan metode titrasi iodometri yaitu titrasi tidak langsung dimana mula-mula iodium direaksikan dengan iodida berlebih, kemudian iodium yang terjadi dititrasi dengan natrium thiosulfat. Larutan baku yang digunakan untuk standarisasi thiosulfat sendiri adalah KIO3 dan terjadi reaksi:
Oksidator + KI I2
I2 + 2Na2S2O3 2NaI + Na2S4O6
Natrium tiosulfat dapat dengan mudah diperoleh dalam keadaan kemurnian yang tinggi, namun selalu ada saja sedikit ketidakpastian dari kandungan air yang tepat, karena sifat flouresen atau melapuk-lekang dari garam itu dan karena alasan-alasan lainnya. Karena itu, zat ini tidak memenuhi syarat untuk dijadikan sebagai larutan baku standar primer. Natrium tiosulfat merupakan suatu zat pereduksi, dengan persamaan reaksi sebagai berikut :
2S2O32- S4O62- + 2e-
    Pembakuan larutan natrium tiosulfat dapat dapat dilakukan dengan menggunakan kalium iodat, kalium kromat, tembaga dan iod sebagai larutan standar primer, atau dengan kalium permanganat atau serium (IV) sulfat sebagai larutan standar sekundernya. Namun pada percobaan ini senyawa yang digunakan dalam proses pembakuan natrium tiosulfat adalah kalium iodat standar.

   Larutan thiosulfat sebelum digunakan sebagai larutan standar dalam proses iodometri ini harus distandarkan terlebih dahulu oleh kalium iodat yang merupakan standar primer. Larutan kalium iodat ini ditambahkan dengan asam sulfat pekat, warna larutan menjadi bening. Dan setelah ditambahkan dengan kalium iodida, larutan berubah menjadi coklat kehitaman. Fungsi penambahan asam sulfat pekat dalam larutan tersebut adalah memberikan suasana asam, sebab larutan yang terdiri dari kalium iodat dan klium iodida berada dalam kondisi netral atau memiliki keasaman rendah. Reaksinya adalah sebagai berikut :
IO3- + 5I- + 6H+ → 3I2 + 3H2O
    Indikator yang digunakan dalam proses standarisasi ini adalah indikator amilum 0,5%. Penambahan amilum yang dilakukan saat mendekati titik akhir titrasi dimaksudkan agar amilum tidak membungkus iod karena akan menyebabkan amilum sukar dititrasi untuk kembali ke senyawa semula. Proses titrasi harus dilakukan sesegera mungkin, hal ini disebabkan sifat I2 yang mudah menuap. Pada titik akhir titrasi iod yang terikat juga hilang bereaksi dengan titran sehingga warna biru mendadak hilang dan perubahannya sangat jelas. Penggunaan indikator ini untuk memperjelas perubahan warna larutan yang terjadi pada saat titik akhir titrasi. Sensitivitas warnanya tergantung pada pelarut yang digunakan. Kompleks iodium-amilum memiliki kelarutan yang kecil dalam air, sehingga umumnya ditambahkan pada titik akhir titrasi. Jika larutan iodium dalam KI pada suasana netral dititrasi dengan natrium thiosulfat, maka :
I3- + 2S2O32- 3I- + S4O62-
S2O32- + I3- S2O3I- + 2I-
2S2O3I- + I- S4O62- + I3-
S2O3I- + S2O32- S4O62- + I-

    Dari hasil percobaan kode sample 43 di hasilkan kadar Na2S2O3 adalah 0,1 N,I2 0,1 N,dan kadar sample 0,02 N.Dengan tingkat kesalahan 9%.Kesalahan yang 9% ini dapat terjadi,karena pada waktu melakukan titrasi, larutan I2 terkena cahaya matahari,sehingga dapat merusak larutan tersebut yang akan berpengaruh terhadap sample yang akan ditentukan kadarnya.kemudian indicator amilum yang di tambahkan pada waktu melakukan titrasi untuk sample,tidak secara kuantitatif,sehinnga semakin banyak indicator yang di tambahkan akan semakin mempercepat TAT.Sehingga kadar sample yang akan di tentukan,tidak sebagaimana mestinya. TAT pada sample,di tentukan adalah warna biru.Tidak di tentukan biru yang seharusnya,seperti apa.Sehingga akan mempengaruhi pada hasil perhitungan kadar sample.


G. Kesimpulan

    Berdasarkan tujuan, perhitungan dan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan berikut :
1. Ada dua cara analisis menggunakan senyawa iodium yaitu titrasi iodimetri atau dengan iodometri dimana iodium terlebih dahulu dioksidasi oleh oksidator misalnya KI.
2. Indikator yang dipakai adalah amilum karena amilum sangat peka terhadap iodium dan terbentuk kompleks amilum berwarna biru cerah, saat ekivalen amilum terlepas kembali.


Daftar Pustaka

-Basset. J etc. 1994. Buku Ajar Vogel, Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
-Khopkar, S. M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Universitas Indonesia Press. Jakarta.
-Rivai, Harrizul. 1995. Asas Pemeriksaan Kimia. Penerbit UI. Jakarta.

0 komentar:

Posting Komentar

 
 
 
Matur Suwun Atas Kunjungannya, Semoga Bermanfaat!!! Salam Semangat Berkarya!!!