Welcome to Kreasi El-Habib's Blog

Injil Gulungan Laut Mati

Selasa, 14 Februari 2012

Injil Gulungan Laut Mati

The Da Vinci Code karya Dan Brown bukanlah buku pertama yang mengantar publik ke diskusi yang selama ini hanya menarik perhatian segelintir sarjana alkitab. Tafsir ala post-modern terhadap temuan arkeologis baru bukanlah hal baru. Pembicaraan soal itu  makin menghangat dalam lima dekade ini, seiring dengan ditemukannya “Naskah Gulungan Laut Mati” atau The Dead Sea Scrolls di sebuah gua dekat Qumran di Gurun Judea tahun 1950-an, dan teks Gereja Koptik di kawasan Nag Hammadi Mesir, 1945.
Tulisan dan fragmen itu ternyata bercerita soal Yesus dalam konteks pemahaman beragam komunitas. Isinya diluar wilayah keempat injil atau kitab Perjanjian Baru yang selama dua abad ini resmi diakui oleh gereja. Seperti kita tahu, keempat injil itu adalah injil Matius, Markus, Lukas dan Yohanes. Para sarjana kemudian menyebut temuan baru itu sebagai injil Maria, Petrus, Philipus, Thomas, dan Q. Dan sepertinya, tidak ada injil lain pendukung injil yang sekarang. Injil-injil dari luar yang semuanya sekarang tidak mendukung ketuhanan Yesus, oleh gereja dianggap injil “apokrifa” atau injil lemah/diragukan.
Nah, di mata Dan Brown, teks baru itu merupakan salah satu bukti adanya ajaran yang selamat dari ‘tekanan’ kekaisaran Roma di bawah Konstantin. Namun para sarjana Kristen menilai temuan baru itu tak bisa dipertentangkan dengan isi keempat injil resmi. Gereja resmi “mengenyampingkannya”, karena teks-teks itu secara sepihak  oleh gereja ‘dianggap’ telah ditulis dalam rentang waktu yang jauh dari masa kehidupan Yesus.
Kemudian klaim Brown soal keilahian Yesus yang baru muncul setelah Konsili Nicaea ternyata tak cocok dengan dokumen gereja perdana yang menyebutkan bahwa orang Kristen sejak awal telah percaya bahwa Yesus adalah Raja, Tuhan, dan Penyelamat. Memang, setelah Yesus disalibkan, ekspresi awal mengenai kekristenan beragam sekali.
Semua ini bermula dari ketertarikan Brown pada Leonardo Da Vinci dan misteri yang tersembunyi di dalam lukisan-lukisannya. Saat itu dia sedang belajar sejarah seni di Universitas Seville di Spanyol. Bertahun-tahun kemudian, ketika dia melakukan riset untuk novel ketiganya, Angels & Demons, dan arsip-arsip rahasia Vatikan, dia berhadapan dengan enigma Da Vinci lagi. Sejak itulah secara khusus dia tertarik pada lukisan Da Vinci. Dalam sebuah wawancara, Brown mengatakan bahwa diperlukan riset selama setahun sebelum dia menulis The Da Vinci Code.
Brown bukan tidak menyadari mengenai besarnya potensi kontroversi yang terkandung dalam novelnya. Ketika berbicara di sebuah forum di Concord, New Hampshire, Mei tahun lalu, ia malah mengatakan sempat mempertimbangkan untuk memasukkan pula dugaan bahwa Yesus selamat dari penyaliban. Ia menyimpulkan itu berdasar “sumber-sumber yang kredibel”. Ia akhirnya mengabaikan itu karena “kelewatannya tiga atau empat langkah lebih jauh.” Brown memang mengangkat topik-topik gereja yang jauh lebih gemerlap. Disengaja atau tidak, novel Brown yang mencampurkan fakta dan fiksi itu telah membuka kembali sebuah episode kontroversi gereja yang demikian panjang.
Secara merendah, Brown mengakui memilih topik yang kontroversial ini untuk alasan pribadi : ”Terutama sebagai eksplorasi atas agama saya sendiri dan gagasan saya tentang agama. Saya yakin bahwa satu alasan mengapa buku ini menjadi kontroversial adalah bahwa agama adalah sesuatu yang sangat sulit untuk didiskusikan dalam istilah-istilah kuantitatif. Saya menganggap diri saya sebagai siswa dari banyak agama. Niat tulus saya adalah bahwa The Da Vinci Code, selain menghibur pembaca, juga menjadi pintu pembuka bagi pembaca untuk mengawali eksplorasi agama bagi mereka sendiri.”
Uniknya, The Da Vinci Code ternyata tidak menuai hujatan dari Vatikan. Meski isinya panas dan meruntuhkan akidah kristiani, fatwa mati dan pembakaran buku seperti pernah dilakukan gereja pada abad pertengahan tak terjadi. Bahkan, menurut penerbitnya, Doubleday, kini Brown sedang fokus pada karya terbarunya. Mantan guru itu dalam situsnya di internet menyatakan terbuka atas debat yang akan bermunculan menghadapinya.
Apakah ketidakpedulian gereja mencerminkan bahwa kontroversial itu memang pernah ada?????
READ MORE - Injil Gulungan Laut Mati

Da Vinci Code Mengguncang Iman Kristiani

Da Vinci Code Mengguncang Iman Kristiani

Novel Dan Brown, The Da Vinci Code, menguak sejarah Yesus dan Gereja yang selama 2000 tahun terkunci rapat. Otoritas gereja kelimpungan membuat tangkisan.
Novel bermuatan agama nampaknya selalu mengundang kontroversi. Ini juga berlaku buat novel The Da Vinci Code. Mungkin, karena kontroversial, novel keempat Dan Brown ini menjadi novel terlaris tahun 2003 dengan total penjualan 5,7 juta eksemplar. Rekor penjualan selama 10 tahun yang dipegang novel The Bridges Over the Madison Country karya James Waller yang terjual 4,3 juta eksemplar pun terpecahkan .
Sejak terbit Maret 2003 lalu, sampai sekarang The Da Vinci Code sudah terjual lebih dari 20 juta kopi. Sepanjang 2003-2004, bisa jadi inilah buku yang paling sensasional. Selama 56 pekan (1 tahun 1 bulan), ia bertengger di puncak daftar buku fiksi terlaris versi The New York Times. Kini penerbitnya, Doubleday, masih terus mencetak buku yang telah diterjemahkan ke dalam 40 bahasa itu.
Di Indonesia, buku impor yang dibanderol Rp 65.500 untuk versi soft cover dan Rp 265.700 untuk hard cover juga laku keras. Sejak diterjemahkan penerbit Serambi, Juli lalu, kini sudah mengalami 9 kali cetak. Apalagi, setelah belasan media cetak berbahasa Inggris mengulas isinya. Di toko-toko buku, The Da Vinci Code dipajang mencolok. Beberapa toko buku di Jakarta sampai kehabisan stok thriller fiksi itu.
Saking larisnya, Columbia Pictures sudah melepas banyak duit untuk membeli hak ciptanya. Bintang-bintang Hollywood, seperti Russel Crowe, George Clooney, dan Tom Hanks yang biasanya jual mahal kalau ditawari main film, kini beramai-ramai melamar jadi pemain. Sebuah tim solid dengan sutradara Ron Howard, penulis skenario kelas berat, Brian Grazer dan John Galley, tengah bekerja keras untuk film yang bakal dirilis ada awal tahun 2006 itu.
Trio Howard, Grazer dan Goldsman adalah orang yang sama yang telah melahirkan Beautiful Mind pada tahun 2001. Film yang dibintangi aktor Australia, Russel Crowe itu menyabet dua buah Academy Award. Tak heran apabila Columbia Pictures yakin film The Da Vinci Code bakal mengguncang pasar. Saking optimisnya, perusahaan film inipun sudah membeli hak cipta karya Brown lainnya, Angels and Demons.
The Da Vinci Code memang fenomena. Sejak nongol sampai sekarang, novel tersebut memicu terbitnya 10 buku “perlawanan”. Semuanya mencoba mematahkan argumentasi yang ada di dalam The Da Vinci Code. Salah satu buku tandingan itu, Fact and Fiction in The Da Vinci Code karya Steven Kellemeier, telah diterjemahkan oleh penerbit Optima Press, Jakarta, Februari lalu.
Tak cuma itu. Beberapa gereja lokal pun menawarkan brosur dan studi pendampingan bagi mereka yang usai membaca novel itu, dan mempertanyakan iman kekristenannya. Sejumlah negara juga melarang peredarannya. Salah satunya adalah Libanon. Otoritas keamanan negara itu melarang novel yang isinya dinilai sangat bertentangan dengan keyakinan penganut Yesus dan melawan otoritas Gereja tersebut.
Mengapa para teolog, pastor, dan pendeta kelimpungan hingga sampai sibuk memberikan tangkisan? Jawabnya, “Buku itu telah menyerang sendi-sendi iman Kristen, sebab itu kami mesti bicara,” kata Erwin Lutzen, pastor senior Moody Church di Chicago, Amerika Serikat, penulis The Da Vinci Deception, seperti ditulis International Herald Tribune.
Meskipun cuma fiksi, Dan Brown yang populer lewat novel Digital Fortress membuka lembaran pertama novelnya dengan judul “Fakta”, “Biarawan Sion, perhimpunan rahasia yang dibentuk pada 1099, adalah organisasi nyata. Pada 1975, Bibliotheque Nationale dari Paris menemukan perkamen yang dikenal sebagai Les Dossiers Secrets, yang mengidentifikasi sejumlah anggota Biarawan Sion, termasuk Sir Isaac Newton, Botticelli, Victor Hugo, dan Leonardo Da Vinci”. Pada akhir halaman ini, ditulis : “Semua deskripsi, arsitektur, dokumen, dan ritual rahasia dalam novel ini akurat.”
Brown mengawali cerita dengan terbunuhnya Jacques Sauniere, seorang kurator di Museum Louvre, Paris. Di tubuh korban dan sekitar lantai, penuh coretan simbol yang menarik perhatian. Lalu muncul Profesor Robert Langdon, pakar simbolisme religi dari Universitas Harvard, Amerika, dan Sophie Neveu, seorang ahli membaca sandi atau cryptographer yang tertarik pada kasus itu. Si cerdas dan perempuan Paris nan cantik berambut burgundi itu pun sepakat menguak misteri itu.
Mereka mendapat informasi, ternyata korban mewarisi mantel Leonardo. Mantel itu menjadi penanda bahwa korban tak lain adalah pemimpin komunitas rahasia : Biarawan Sion. Kelompok itu bertugas menjaga The Holy Grail atau cawan suci. Dari situ, jalinan cerita makin seru dan rumit. Dalam penyelidikannya, Langdon dan Sophie dihadapkan pada berbagai alat bukti yang butuh penafsiran. Mereka juga bertemu dengan Sir Leigh Teabing, sejarahwan yang kaya raya.
Teabing inilah yang nantinya berperan dalam mengungkap tanda tersembunyi pada jalinan teks kitab suci dengan berbagai karya seni, arsitektur, dokumen, mitologi, sejarah gereja, dan ajaran dari sekte-sekte kristen. Dalam pencariannya, mereka harus terbang dari Paris ke London. Mereka dibuntuti seorang rahib bernama Silas dari kongregasi Opus Dei. Opus Dei itu didirikan seorang pastor asal Spanyol, Josemaria Escriva, 1928. Ini sekte Katolik yang amat taat, yang banyak menyulut kontroversi.
Cerita menjadi seru karena mereka juga diburu polisi khusus Prancis, yang menduga Langdon sebagai pembunuh Sauniere. Sebelum akhirnya cerita kembali lagi ke Louvre, tempat pembunuhan terjadi, pembaca dihadapkan pada serentetan kode, teka-teki, misteri, dan cerita konspirasi yang memukau. Sampai akhirnya, terbongkarlah konspirasi yang sudah berlangsung 2000 tahun yang terkait dengan sejarah agama Kristen, Yesus, dan Biarawan Sion di masa lalu yang melibatkan tokoh kondang., seperti Leonardo Da Vinci, Isaac Newton, Botticelli, dan Victor Hugo.
Brown lihai membangun cerita lewat dialog yang lahir dari Sophie dengan Langdon, Sophie dengan Teabing, dan antarmereka bertiga. Dalam dialog itulah, beragam tafsir kontroversial Brown muncul. Misalnya, di Bab 55, dialog Sophie dan Teabing membawa pembaca pada tafsir baru mengenai Konsili Nicaea tahun 325. Pertemuan uskup sedunia itu, menurut Brown, diselenggarakan atas gagasan kaisar Romawi, Kaisar Konstantin. Tujuannya untuk menekan puluhan ajaran keagamaan yang waktu itu muncul. Dalam kesempatan itu, kaisar mendesakkan doktrin soal keilahian Yesus Kristus.
Konsili itu, di mata Brown, penuh muatan politis, yakni hendak menaklukkan dan menyatukan rakyat dalam ideologi tunggal di bawah Kekaisaran Roma. Dengan membuat penyeragaman tersebut, Brown menambahkan, dominasi atas rakyat di wilayah kekuasaan Romawi relatif lebih mudah dilakukan. Gereja selama berabad-abad berpijak pada hasil konsili itu.
Tafsir lain yang juga kontroversial adalah soal Holy Grail atau Cawan Suci yang tampak dalam lukisan Perjamuan Terakhir (The Last Supper) karya Leonardo Da Vinci. Dalam bible dikisahkan, sebelum disalibkan, malam harinya Yesus melakukan perjamuan terakhir bersama ke-12 muridnya. Dalam perjamuan itu, mereka minum anggur dari cawan atau piala, dan memakan roti tak beragi. Menurut Brown, lukisan Da Vinci yang tak menampakkan piala itu menyimpan suatu pesan khusus. Ia berkeyakinan, cawan itu sekedar metafora, yang artinya adalah garis suci keturunan. Kata itu diambil dari terminologi bahasa Perancis abad pertengahan, Sangraal (Holy Grail), dari sang (blood berarti darah) dan raal (royal berarti suci). Darah suci atau garis suci keturunan itu, menurut Brown, asalnya dari Yesus dan Maria Magdalena, yang menurunkan Dinasti Merovingian di Perancis abad pertengahan. Bagi Brown, Cawan Suci yang selama ini ditutup-tutupi itu adalah Maria Magdalena itu sendiri.
Yesus telah menikahi Maria Magdalena. Cuma, hal ini sampai sekarang tertutup rapat. Otoritas Gereja menutupinya, karena bertentangan dengan doktrin Yesus sebagai Tuhan. Tak ayal, buku Brown ini telah meruntuhkan akidah kristiani bahwa ternyata Yesus punya istri dan anak. Anak keturunan Yesus itulah – salah satunya Leonardo Da Vinci – yang diburu dan dihabisi oleh kalangan mapan gereja.
Cerita mengenai ini ada pada legenda yang hidup di abad ke-11. Brown rupanya mengacu ke sana. Isinya menyebutkan bahwa Maria Magdalena kemudian datang ke Prancis dan mendarat di Marsailles. Ia muncul sebagai wanita Yahudi terhormat dari Galilea, Israel. Sampai kini masih diyakini bahwa keturunannya hidup di Prancis dan menurunkan beberapa nama besar, seperti Leonardo Da Vinci, Newton, dan Hugo.
Menurut para pengkritiknya, meskipun Brown meyakini semua jalinan cerita novel itu sebagai fakta kebenaran, materi dasar cerita itu dinilai tak kredibel, dan dinterpretasikan serampangan. Untuk kepentingan novel terbarunya itu, ia mengekplorasi beberapa buku, seperti The Gnostic Gospels karya Elaine Pagels, The Templar Revelation : Secret Guardians of  the True Identity of Christ tulisan Lyn Pick-nett dan Clive Prince.
Buku lain yang mempengaruhi novel Brown adalah Holy Blood, Holy Grail dari Michael Baigent, Richard Leigh, dan Henry Lincoln.  Selain itu, masih ada lagi penulis perempuan yang mempengaruhi penggemar Shakespeare itu, yaitu Margaret Starbird dengan buku berjudul : The Goddes in the Gospels, Reclaiming the Sacred Feminine dan The woman with Holy Jar : Mary Magdalena and the Holy Grail. Oleh para pengkritiknya, buku-buku itu adalah “omong kosong yang keterlaluan.”


READ MORE - Da Vinci Code Mengguncang Iman Kristiani

Standarisasi Larutan NaOH

STANDARISASI LARUTAN NaOH

I.  Tujuan
Praktikan dapat memahami dan menstandarisasi larutan baku sekunder NaOH dengan larutan baku primer H2C2O4 2H2O
II.  Dasar Teori
Reaksi asam basa adalah reaksi yang terjadi antara larutan asam dengan larutan basa, hasil reaksi ini dapat bersifat netral disebut juga reaksi penetralan asam basa tergantung pada larutan yang direaksikan. Larutan yang direaksikan ini salah satunya disebut larutan baku. Larutan baku adalah larutan yang konsentrasinya diketahui dengan tepat dan dapat digunakan untuk menentukan konsentrasi larutan lain. Larutan baku ada dua yaitu larutan baku primer dan larutan baku sekunder.
Larutan baku primer adalah larutan baku yang konsentrasinya dapat ditentukan dengan jalan menghitung dari berat zat terlarut yang dilarutkan dengan tepat. Larutan baku primer harus dibuat dengan:
a)      Penimbangan dengan teliti menggunakan neraca analitik
b)      Dilarutkan dalam labu ukur
Bahan kimia yang dapat digunakan sebagai bahan membuat larutan standar primer harus memenuhi tiga persyaratan berikut:
a)      Benar-benar ada dalam keadaan murni dengan kadar pengotor  <>
a)      Stabil secara kimiawi, mudah dikeringkan dan tidak bersifat higroskopis.
a)      Memiliki berat ekivalen besar, sehingga meminimalkan kesalahan akibat penimbangan.
Pada percobaan kali ini larutan yang digunakan sebagai larutan baku primer adalah H2C2O4. 2H2O (asam oksalat). Asam oksalat adalah zat padat , halus, putih, larut baik dalam air. Asam oksalat adalah asam divalent dan pada titrasinya selalu sampai terbentuk garam normalnya. .berat ekivalen asam oksalat adalah 63. Larutan baku sekunder adalah larutan baku yang konsentrasinya harus ditentukan dengan cara titrasi terhadap larutan baku primer. Pada percobaan kali ini larutan yang digunakan sebagai larutan baku sekundere adalah NaOH. Larutan NaOH tergolong dalam larutan baku sekunder yang bersifat basa. Natrium hidroksida (NaOH), juga dikenal sebagai soda kaustik, adalah sejenis basa logam kaustik. Natrium hidroksida membentuk larutan alkalin yang kuat ketika dilarutkan ke dalam air. Natrium hidroksida murni berbentuk putih padat dan tersedia dalam bentuk pelet, serpihan, butiran ataupun larutan jenuh 50%. NaOH bersifat lembab cair dan secara spontan menyerap karbondioksida dari udara bebas. Ia sangat larut dalam air dan akan melepaskan panas ketika dilarutkan. NaOH juga larut dalam etanol dan metanol, walaupun kelarutan NaOH dalam kedua cairan ini lebih kecil daripada kelarutan KOH. NaOH tidak larut dalam dietil eter dan pelarut non polar lainnya.
NaOH
Nama sistematis
Natrium hidroksida
Nama lain
Soda kaustik
Rumus Molekul
NaOH
Densitas
2,1 g/ cm3, padat
Titik leleh
318oC (591 K)
: Titik didih
1390oC (1663 K)
Kelarutan dalam air
111 g/ 100 mL (20oC)
Massa molar
39,9971 g/mol
Penampilan
zat padt putih
Titik nyala
tidak mudah terbakar


Indikator asam basa sebagai zat penunjuk derajat keasaman kelarutan adalah senyawa organik dengan struktur rumit yang berubah warnanya bila pH larutan berubah. Indikator dapat pula digunakan untuk menetapkan pH dari suatu larutan. Indikator merupakan asam lemah atau basa lemah yang memiliki warna cukup tajam, hanya dengan beberapa tetes larutan encer-encernya, indikator dapat digunakan untuk menetapkan titik ekivalen dalam titrasi asam basa ataupun untuk menentukan tingkat keasaman larutan. Pada percobaan kali ini indikator yang akan digunakan adalah indikator phenolphtalein atau sering disebut dengan indikator PP. Indikator PP memiliki warna asam tak berwarna, rentang pH perubahan warna antara 8,3 – 10,0  dan warna basa merah.
III.  Alat dan Bahan
A.     Alat
1.  Buret
2.  Pipet Volume 10,0 mL
3.  Erlenmeyer 250,0 mL
4.  Gelas kimia
5.  Corong
6.  Statip
7.  Klem buret
B.     Bahan
1.  LarutanNaOH 0,01 N
2.  Larutan baku primer H2C2O4 2H2O 0,0100 N
3.  Indikator PP
IV.  Cara Kerja
1.      Menyiapkan alat-alat utuk melakukan titrasi
2.      Membilas alat-alat ukur dengan larutan yang akan digunakan (Buret dibilas dengan larutan baku sekunder yaitu NaOH, pipet volum dibilas dengan larutan baku primer yaitu asam oksalat
3.      Mengisi buret dengan NaOH
4.      Memasukkan larutan baku primer H2C2O4 2H2O 0,0100 N sebanyak 10,0 mL ke dalam erlenmeyer dengan menggunakan pipet volum 10, 0 mL
5.      Menambahkan 3 tetes indikator PP dalam erlenmeyer
6.      Melakukan titrasi dengan larutan NaOH 0,01 N sampai terjadi warna yang konstan ( dengan cara meletakkan erlenmeyer dibawah buret, membuka kran buret dan meneteskan larutan NaOH 0,01 N ke dalam erlenmeyer yang berisi larutan H2C2O4 2H2O, sambil menggoyang-goyangkan erlenmeyer)
7.      Menulis hasil pengamatan

V.  Data Pengamatan dan Perhitungan
A.     Data Pengamatan
Volume H2C2O4 2H2O 0,0100 N (mL)
Volume NaOH (mL)
10,0
10,0
10,0
10,0
10,0
27,820
29,330
28,820
18,280
21,590

B.     Perhitungan
N1 X V1  (Basa)= N2 X V2 (Asam)
N1 X V1 (NaOH) = N2 X V2 (Asam Oksalat)
1.         N NaOH = N H2C2O4 X V H2C2O4
V NaOH

N NaOH = 0,0100 N X 10,0 mL
27,820 mL
                             = 0,0036 N

2.         N NaOH = N H2C2O4 X V H2C2O4
V NaOH
           
N NaOH = 0,0100 N X 10,0 mL
29,330 mL
                            = 0,0034 N

3.         N NaOH = N H2C2O4 X V H2C2O4
V NaOH


N NaOH = 0,0100 N X 10,0 mL
28,820 mL
                            = 0,0035

4.         N NaOH = N H2C2O4 X V H2C2O4
V NaOH

N NaOH = 0,0100 N X 10,0 mL
18,280
                            = 0,0055 N

5.         N NaOH = N H2C2O4 X V H2C2O4
V NaOH

N NaOH = 0,0100 N X 10,0 mL
21,590
                            = 0,0046 N

Jadi N rata-rata NaOH

            = 0,0036 N + 0,0034 N + 0,0035 N + 0,0055 N + 0,0046 N
5
            = 0,0206 N
       5

            = 0,0041 N
VI.  Pembahasan
Pada percobaan kali ini praktikan melakukan analisa kuantitatif untuk menstandarisasi larutan baku sekunder dengan larutan baku primer. dimana pada percobaan kali ini larutan baku sekunder yang akan digunakan adalah NaOH (natrium hidroksida) dan larutan baku primer H2C2O4 2H2O (asam oksalat).
Berdasarkan hasil percobaan dapat diketahui bahwa telah terjadi reaksi asam basa antara asam oksalat (sebagai asam lemah) dan NaOH (sebagai basa kuat). Pada pembuatan larutan standar natrium hidroksida indikator yang digunakan yaitu fenophtalein (indikator PP). Indikator fenophtalein digunakan dalam percobaan ini karena fenophtalein tak berwarna dengan pH antara 8,3-10,0 akan mempermudah praktikan dalam mengetahui bahwa dalam proses sudah mencapai titik ekivalen. Perubahan yang terjadi pada proses penitrasian ini adalah berubah menjadi warna merah yang konstan dari warna asal mula bening. Perubahan warna ini terjadi karena telah tercapainya titik ekivalen. Volume NaOH yang diperlukan untuk titrasi sebanyak 25, 168 mL yang dihitung dari rata-rata lima kali percobaan. Dan pada penentuan konsentrasi NaOH didapat normalitas NaOH sebesar 0,0041 N.
Reaksi yang terjadi saat titrasi yaitu:
C2H2O4 2H2O + 2NaOH → Na2C2O4 + 2H2O
VII.  Kesimpulan
Kesimpulan yang didapat setelah melakukan percobaan ini adalah:
  1. Standarisasi yang dilakukan pada percobaan bertujuan untuk menentukan konsentrasi dari larutan standar.
  2. Pada penentuan konsentrasi NaOH didapatkan normalitas NaOH sebesar 0,0041 N.
  3. Volume rata-rata NaOH yang diperlukan saat titrasi yaitu 25, 168 mL



DAFTAR PUSTAKA

Day, R. A. dan Underwood, A. L. 2006. ANALISIS KIMIA KUANTITATIF EDISI KEENAM. Jakarta: Erlangga

Hidayati, Ana. 2009. PETUNUK PRAKTIKUM DASAR KIMIA ANALITIK. Semarang: Tadris Kimia Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang

http://id.wikipedia.org/wiki/NaOH

http://lutfirachman.wordpress.com/2008/05/05/standarisasi-larutan-baku/

Ibnu, M. Shodiq, dkk. 2004. COMMON TEXT BOOK KIMIA ANALITIK 1. Malang: JICA UNIVERSITAS NEGERI MALANG


READ MORE - Standarisasi Larutan NaOH

Standarisasi Natrium Tiosulfat

Standarisasi Larutan Na2S2¬¬O¬3



1. Tujuan
Praktikan mampu menentukan kadar Na2S2O3 dengan menggunakan larutan standar KIO3.

2. Dasar Teori
Dalam proses analitik, iodium digunakan sebagai pereaksi oksidasi (iodimetri) dan ion iodida digunakan sebagai pereaksi reduksi (iodometri). Relatif beberapa zat merupakan pereaksi reduksi yang cukup kuat untuk dititrasi secara langsung dengan iodium. Maka jumlah penentuan iodimetrik adalah sedikit. Akan tetapi banyak pereaksi oksidasi cukup kuat untuk bereaksi sempurna dengan ion iodida, dan ada banyak penggunaan proses iodometrik. Suatu kelebihan ion iodida ditambahkan kepada pereaksi oksidasi yang ditentukan, dengan pembebasan iodium, yang kemudian dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat. Reaksi antara iodium dan tiosulfat berlangsung secara sempurna. Larutan standar yang dipergunakan dalam kebanyakan proses iodometrik adalah natrium tiosulfat. Garam ini biasanya tersedia sebagai pentahidrat Na2S2O3.5H2O. Larutan tidak boleh distandarisasi dengan penimbangan secara langsung, tetapi harus distandarisasi terhadap standar primer. Larutan natrium tiosulfat tidak stabil untuk waktu yang lama. Sejumlah zat padat digunakan sebagai standar primer untuk larutan natrium tiosulfat. Iodium murni merupakan standar yang paling nyata, tetapi jarang digunakan karena kesukaran dalam penanganan dan penimbangan. Lebih sering digunakan pereaksi yang kuat yang membebaskan iodium dari iodida, suatu proses iodometrik.
Metode titrasi iodometri langsung (kadang-kadang dinamakan iodimetri) mengacu kepada titrasi dengan suatu larutan iod standar. Metode titrasi iodometri tak langsung (kadang-kadang dinamakan iodometri), adlaah berkenaan dengan titrasi dari iod yang dibebaskan dalam reaksi kimia. 
3. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah:
• Buret
• Statif
• Erlenmeyer
• Pipet tetes
• Pipet gondok
• Corong
• Pipet Volume
• Gelas ukur
Bahan-bahan:
• Larutan baku primer KIO3 0.0100 N
• H2SO4 2 N & KI 5 %
• Larutan Na2S2O3 0.01 N
• Indikator Amylum 1 %
4. Cara Kerja
1. Dipipet 10,0 mL larutan standar KIO3 dan masukkan dalam stop erlenmeyer.Tambahkan 5 mL KI 5 % dan 5 mL H2SO4 2N titrasi dengan Na2S2O3 0.01 N sampai terjadi warna kuning muda(kocok pelan-pelan,titran cepat)
2. Tambahkan dengan indikator amylum 1 % =biru (1 mL )
3. Titrasi dilanjutkan dengan Na¬2S2O3 0.01 N sampai warna biru tepat hilang(kocok kuat,titran tetes demi tetes)

5. Data Titrasi
Volume KIO3 0,0095 N (mL) Volume Na¬2S2O3 (mL)
                   10.00                             11,70
                   10.00                             11,65
                   10.00                             13,20
                   10.00                             12,80
Rata-rata = 10,00                             12,34

6. Perhitungan dan Pembahasan
Perhitungan:
Rumus Pengenceran : 
N1 . V1 = N2 .V2

N Na¬2S2O3 . V Na¬2S2O3 = N KIO3 . V KIO3

N Na¬2S2O3 = 

N Na¬2S2O3 = = 0,0077 N


Pembahasan
Garam KIO3 mampu mengoksidasi iodida menjadi iod secara kuantitatif dalam larutan asam. Oleh karena itu digunakan sebagai larutan standar dalam proses titrasi Iodometri ini. Selain itu juga karena sifat Iod itu sendiri yang mudah teroksidasi oleh oksigen dalam lingkungan sehingga iodida mudah terlepas. Reaksi ini sangat kuat dan hanya membutuhkan sedikit sekali kelebihan ion hidrogen untuk melengkapi reaksinya. Namun kekurangan utama dari garam ini sebagai standar primer adalah bahwa bobot ekivalennya yang rendah. Larutan standar ini sangat stabil dan menghasilkan iod bila diolah dengan asam :
IO3- + 5I- + 6H+ 3 I2 + 3H2O
Larutan KIO3 memiliki dua kegunaan penting, pertama, adalah sebagai sumber dari sejumlah iod yang diketahui dalam titrasi, ia harus ditambahkan kepada larutan yang mengandung asam kuat pada praktikum ini digunakan asam sulfat, ia tak dapat digunakan dalam medium yang netral atau memiliki keasaman rendah. Yang kedua, dalam penetapan kandungan asam dari larutan secara iodometri, atau dalam standarisasi larutan asam keras. Larutan baku KIO3 0,1 N dibuat dengan melarutkan beberapa gram massa kristal KIO3 yang berwarna putih dengan menggunakan aquades dan mengencerkannya.
Pembakuan Larutan Na2S2O3 dengan Larutan Baku KIO3
Percobaan ini menggunakan metode titrasi iodometri yaitu titrasi tidak langsung dimana mula-mula iodium direaksikan dengan iodida berlebih, kemudian iodium yang terjadi dititrasi dengan natrium thiosulfat. Larutan baku yang digunakan untuk standarisasi thiosulfat sendiri adalah KIO3 dan terjadi reaksi:
Oksidator + KI I2
I2 + 2Na2S2O3 2NaI + Na2S4O6
Natrium tiosulfat dapat dengan mudah diperoleh dalam keadaan kemurnian yang tinggi, namun selalu ada saja sedikit ketidakpastian dari kandungan air yang tepat, karena sifat flouresen atau melapuk-lekang dari garam itu dan karena alasan-alasan lainnya. Karena itu, zat ini tidak memenuhi syarat untuk dijadikan sebagai larutan baku standar primer. Natrium tiosulfat merupakan suatu zat pereduksi, dengan persamaan reaksi sebagai berikut :
2S2O32- S4O62- + 2e-
Pembakuan larutan natrium tiosulfat dapat dapat dilakukan dengan menggunakan kalium iodat, kalium kromat, tembaga dan iod sebagai larutan standar primer, atau dengan kalium permanganat atau serium (IV) sulfat sebagai larutan standar sekundernya. Namun pada percobaan ini senyawa yang digunakan dalam proses pembakuan natrium tiosulfat adalah kalium iodat standar.
Larutan thiosulfat sebelum digunakan sebagai larutan standar dalam proses iodometri ini harus distandarkan terlebih dahulu oleh kalium iodat yang merupakan standar primer. Larutan kalium iodat ini ditambahkan dengan asam sulfat pekat, warna larutan menjadi bening. Dan setelah ditambahkan dengan kalium iodida, larutan berubah menjadi coklat kehitaman. Fungsi penambahan asam sulfat pekat dalam larutan tersebut adalah memberikan suasana asam, sebab larutan yang terdiri dari kalium iodat dan klium iodida berada dalam kondisi netral atau memiliki keasaman rendah. Reaksinya adalah sebagai berikut :
IO3- + 5I- + 6H+ → 3I2 + 3H2O
Indikator yang digunakan dalam proses standarisasi ini adalah indikator amilum 1%. Penambahan amilum yang dilakukan saat mendekati titik akhir titrasi dimaksudkan agar amilum tidak membungkus iod karena akan menyebabkan amilum sukar dititrasi untuk kembali ke senyawa semula. Proses titrasi harus dilakukan sesegera mungkin, hal ini disebabkan sifat I2 yang mudah menuap. Pada titik akhir titrasi iod yang terikat juga hilang bereaksi dengan titran sehingga warna biru mendadak hilang dan perubahannya sangat jelas. Penggunaan indikator ini untuk memperjelas perubahan warna larutan yang terjadi pada saat titik akhir titrasi. Sensitivitas warnanya tergantung pada pelarut yang digunakan. Kompleks iodium-amilum memiliki kelarutan yang kecil dalam air, sehingga umumnya ditambahkan pada titik akhir titrasi. Jika larutan iodium dalam KI pada suasana netral dititrasi dengan natrium thiosulfat, maka :
I3- + 2S2O32- 3I- + S4O62-
S2O32- + I3- S2O3I- + 2I-
2S2O3I- + I- S4O62- + I3-
S2O3I- + S2O32- S4O62- + I-
Dari hasil perhitungan diketahui besarnya konsentrasi natrium thiosulfat yang digunakan sebagai larutan baku standar sebesar 
7. Kesimpulan
Dari uraian yang kami paparkan di atas dapat kami simpulkan yaitu Penambahan amilum yang dilakukan saat mendekati titik akhir titrasi dimaksudkan agar amilum tidak membungkus iod karena akan menyebabkan amilum sukar dititrasi untuk kembali ke senyawa semula. Proses titrasi harus dilakukan sesegera mungkin, hal ini disebabkan sifat I2 yang mudah menuap. Pada titik akhir titrasi iod yang terikat juga hilang bereaksi dengan titran sehingga warna biru mendadak hilang dan perubahannya sangat jelas. Penggunaan indikator ini untuk memperjelas perubahan warna larutan yang terjadi pada saat titik akhir titrasi

8. Daftar Kepustakaan
http://chemtutorial.blogspot.com/2009/02/iodometri-dan-iodimetri.html.
http://medicafarma.blogspot.com/2008/04/iodometri-dan-iodimetri.html.
http://annisanfushie.wordpress.com/2009/07/17/iodometri-dan-iodimetri/
Basset. J etc. 1994. Buku Ajar Vogel, Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Khopkar, S. M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Universitas Indonesia Press. Jakarta.
Rivai, Harrizul. 1995. Asas Pemeriksaan Kimia. Penerbit UI. Jakarta. 
Hidayati,Ana, M.Si. 2007. Buku Petunjuk Praktikum Kimia Analitik Dasar I.
Semarang : Laboratorium Kimia Dasar FT IAIN Walisongo.


READ MORE - Standarisasi Natrium Tiosulfat

 
 
 
Matur Suwun Atas Kunjungannya, Semoga Bermanfaat!!! Salam Semangat Berkarya!!!