Welcome to Kreasi El-Habib's Blog

SEJARAH PERKEMBANGAN SASTRA JAWA

Rabu, 24 September 2014


A.    Perkembangan Sastra Pada
Perkembangan Sastra Pada Masa Hindu-Budha
Pada masa Hindu-Budha, rupanya ada hak-hak istimewa raja dalam pembinaan kesenian itu meskipun tidak disebut dalam prasasti-prasasti. Dari awal masa itu sampai dengan masa Majapahit awal kesusastraan yang beerbentuk kakawin yang rumit itu hanya dihasilkan oleh istana – istana raja. Contoh kakawin masa itu yang terkenal adalah :[6]
      Ramayana                   
      Arjunawiwaha
      Smaradahana
      Bharatayuddha
      Kresnayana
      Ghatotkacasraya
      Sutasoma
      Arjunawijaya, dan lain –lain
Karya – karya kakawin yang agaknya di buat di luar istana raja baru muncul pada masa Majapahit akhir, dengan contoh kakawin “Kunjarakarna”. Keterkaitan raja dengan karya-karya susastra tersebut dapat diketahui dari ada tidaknya ungkapan penghormatan dan penghargaan kepada raja yang tertulis di dalam karya-karya itu sendiri.[7]
Peranan istana raja dalam pembinaan seni suara dan tari pun tersirat dari kutipan karya-karya sastra sejaman yang menceritakan betapa penyanyi dan penari yang baik diberi hadiah-hadiah berupa kain, cincin atau gelang oleh raja. Keunggulan putri-putri raja, bahkan raja sendiri dalam berolah seni diceritakan dalam beberapa karya sastra masa Hindu- Budha, baik yang berupa kekawin berbahasa Jawa kuno maupun yang berupa kidung berbahasa Jawa pertengahan. Salah satu contohnya adalah Hayam Wuruk dalam Nagarakertagama.[8]
Namun juga terdapat siratan dari karya-karya sastra itu bahwa para pekerja yang mengabdi di istana raja itu bisa direkrut dari pedesaan, dan membawa serta kepercayaan-kepercayaan kerakyatannya. Misalnya kutipan kekawin Bharatayuddha (VI. 2-3) tentang wanita-wanita di dalam istana Hastina yang mencuri-curi mengambil bunga sajian bagi Ganesha, dimasukkan kedalam sanggulnya sebagai semacam azimat cinta. Kepercayaan mengenai daya magis dari hal-hal yang terkait dengan Ganesha lebih tepat dipaparkan dalam kitab-kitab prosa produk luar ke rotan, seperti Tantu Panggelaran dan Korawasrama yang diciptakan sekitar akhir kerajaan Majapahit. Benda-benda lambang Ganesha yang terbuat dari tumbuh-tumbuhan harum tertentu, maupun dari logam dan batu, merupakan tempat mujarab untuk meminta sesuatu. Kitab-kitab untuk itu juga memaparkan kemampuan-kemampuan khas dewa Gana (Ganesha) untuk menebak dan mengutarakan kenyataan yang tersembunyi. Penggambaran sifat yang demikian dari dewa berkepala gajah itu sangat berbeda dengan yang ada pada kekawin-kekawin produk keraton. Misalnya, kekawin Samaradahana yang memang memberikan cerita panjang lebar mengenai kelahiran dan peperangan dewa berkepala gajah itu melawan musuh-musuh dewa, menggambarkan Ganesha sebagai tokoh yang bersifat wira, gagah berani dan menggemparkan.[9]
Berdasarkan uraian diatas, jelas bahwa karya sastra pada masa Hindu-Budha yakni mengenai dewa tersebut yang dikembangkan dikalangan keraton berbeda dengan yang diluar keraton. Dalam perjalanan waktu yang panjang di masa Hindu Budha itu, yaitu dari abad VII hingga abad XVI. Kiranya dari waktu ke waktu terdapat hubungan saling melihat antara pihak keraton dengan pihak luar keraton, untuk kemudian saling mengambil. Peranan raja sebagai pemimpin kerajaan tentunya cukup besar untuk membuahkan mutu seni dan sastra yang meningkat dan perangkat kaidah yang semakin kuat.

a.       Kesusastraan Jawa Klasik
Kebudayaan asli jawa yang bersifat transendental lebih cenderung pada paham animisme dan dinamisme. Perubahan besar pada kebudayaan Jawa terjadi setelah masuknya agama Hindhu-Budha yang berasal dari India. Kebudayaan India secara riil mempengaruhi dan mewarnai kebudayaan Jawa, meliputi : sistem kepercayaan, kesenian, kesusastraan, astronomi, mitologi, dan pengetahuan umum.
Berabad-abad lamanya kebudayaan Hindhu-Budha yang berasal dari India itu mempengaruhi tanah Jawa. Kejayaan Hindu-Budha berangsur-angsur menyusut setelah kekuasaan kerajaan Majapahit berakhir. Pengaruh Hindu-Budha bergeser ke pulau Bali hingga saat ini. Bahkan agama Hindu merupakan agama yang dianut oleh mayoritas penduduk Bali.
b.      Kesusastraan Nusantara
Kesusastraan adalah bagian dari kebudayaan, maka dengan kebudayaan India datang pulalah kesusastraan India di Nusantara. Orang-orang India yang datang ke Nusantara itu mula-mula bukan dari kasta Ksatria dan Bdmana, tetapi dari kasta Waisa dari berbagai tempat di India, malahan ada yang jauh dari temapat pusat kesusastraan India.
Orang-orang ini datang kebanyakan untuk berdagang, namun lama-kelamaan banyak percampuran darah dan pengetahuan mereka tentang agama. Banyak orang-orang Nusantara yang ingin belajar memahami bahasa Sansekerta. Bahasa ini sangat mempengaruhi terhadap bahasa-bahasa Nusantara, seperti bahasa Jawa, Bali, Malayu. Di samping itu pula abjad yang dipakai bagi menulis bahasa itu, dan abjad yang itu mula-mula abjad Prenagari tetapi kemudian berubah menjadi huruf Pallawa.
c.       Kesusastraan Lontar
Naskah-naskah yang ditemukan di pulau Jawa, sebagian besar berasal dari kertas besar buatan asli, tebal, kuat, dan tertulis pada daun lontar-lontar panjang. Maka dari itu, disebut

                                                    DAFTAR PUSTAKA
Purwadi, Dr. M,Hum. 2007. Sejarah Satra Jawa. Yogyakarta : Panji Pustaka.
Purwanto, Bambang. 2009. Peradaban Pesisir Menuju Sejarah Budaya Asia Tenggara. Denpasar : Udayana University Press
Sedyawati, Edi. 2006. Budaya Indonesia Kajian Arkeologi, Seni, dan Sejarah. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada

0 komentar:

Posting Komentar

 
 
 
Matur Suwun Atas Kunjungannya, Semoga Bermanfaat!!! Salam Semangat Berkarya!!!